Penulis : Reny Rianti, S.Si (Peneliti pada Balitbang Provinsi Kalbar)
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam hayati dan non hayati yang berlimpah. Bahkan tidak jarang diantaranya memiliki keunikan atau kekhasan yang tidak ditemui di tempat lainnya (endemik). Namun, tidak sebatas itu saja, Indonesia juga memiliki keragaman budaya yang terus dipertahankan secara turun temurun dan menjadi identitas kelompoknya.
Keragaman budaya merupakan buah dari ekspresi atas adat istiadat, nilai-nilai dari kepercayaan, moral, dan kebiasaan, serta pengetahuan dan keterampilan masyarakatnya dalam beradaptasi dengan lingkungan alamnya maupun dalam berinteraksi di kehidupan sosialnya. Keragaman budaya ini selanjutnya tetap dipertahankan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya dan menjadi identitas komunal.
Beberapa wujud dari ekspresi budaya yang dapat kita saksikan antara lain adanya bahasa dan tari-tarian daerah, serta pakaian dan upacara-upacara adat. Kearifan local (local wisdom) berupa pengetahuan dan keterampilan diantaranya kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan dan meramu bahan alam menjadi obat-obatan, pengolahan produk pangan, maupun produk kerajinan. Kearifan local masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungannya juga dapat terlihat pada ciri khas bangunan rumah maupun pada tradisi masyarakat mengelola alam lingkungannya.
Namun, kekayaan komunal yang menjadi identitas masyarakat local Indonesia sempat dklaim menjadi budaya dari negara lain. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2009, Malaysia pernah mengklaim dan mematenkan Tari Pendet yang berasal dari Pulau Bali sebagai kebudayaan asli negerinya (Rubiyantoro, 2009). Sebelum itu, Lagu Rasasayange juga diakui Malaysia sebagai buah budaya rumpun Melayu dari Kepulauan Nusantara (Malay Archipelago). Lagu ini dipergunakan mereka untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia bertajuk Truly Asia (Suhardo, 2007). Negeri Jiran ini juga telah melakukan hal yang sama atas batik, Tari Reog Ponorogo, dan music angklung.
Kasus pematenan pengetahuan tradisional Indonesia juga pernah dilakukan salah satu perusahaan Jepang. 11 jenis ramuan obat tradisional Indonesia juga dipatenkan perusahaan Shisheido milik Jepang, namun kemudian pada 2002 dicabut pihak Shiseido. Tidak hanya itu, hasil alam Indonesia juga sempat diakui sebagai produk dari negara asing. Kopi Arabika Toraja yang ditanam di Toraja, Sulawasi Selatan ini dikelola dan didaftarkan sebagai merk dagang dari perusahaan Jepang Key Coffe co.
Akibatnya, Kopi Arabica Toraja tidak bisa dijual secara internasional kecuali oleh perusahaan Jepang Key Coffe Co. selain itu, Kopi Gayo yang dibuat dari salah satu varietas biji kopi Arabika terbaik hanya tumbuh di dataran tinggi Aceh sebagai merk dagang dari perusahaan Holland Coffe B.V. dari Belanda yaitu secara resmi mendaftarkan dan mengklaim kopi Gayo pada tanggal 28 April 2010.
Mencermati kasus-kasus di atas, maka pengetahuan traditional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genik, dan potensi indikasi geografis (PTEBTSDG) yang selanjutnya disebut kekayaan Intelektual Komunal (KIK) sangat perlu untuk diakui dan dicatat secara legal oleh negara. Hal ini tentunya untuk kepentingan pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan/atau pemanfaatan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus perwujudan ketahanan nasional.
Kekayaan Intelektual Komunal (KIK)
Kekayaan intelektual komunal (KIK) adalah adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat umum bersifat komunal. KIK merupakan sebuah aset berharga yang dapat memajukan perekonomian suatu bangsa, yang meliputi (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemeterian Hukum dan HAM, n.d.; Adawiyah & Rumawi, 2021):
Dasar Hukum KIK meliputi :
Kegiatan inventarisasi KIK merupakan usaha Pemerintah untuk menerapkan sistem pelindungan defensif atas KIK. Hal ini didasari sekalipun KIK tidak memenuhi unsur kebaruan, namun keberadaannya merupakan hasil daya pikir masyarakat adat dan mampu bertahan dalam waktu yang sangat lama. Selain itu, telah terbukti bahwa KIK juga bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga kita perlu memberi apresiasi terhadap hasil karya cipta masyarakat adat.
Beberapa hal yang sangat penting untuk dipahami berkaitan dengan aktivitas inventarisasi suatu KIK adalah (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2019) :
Untuk memfasilitasi pengusulan potensi kekayaan intelektual di Provinsi Kalimantan Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat telah membentuk Sentra HKI “Litbangjirap Enggang Gading” pada 8 Juni 2021 melalui SK. Kepala Balitbang Kalbar No. 41 Tahun 2021. Sentra HKI ini bertujuan untuk :
Melalui Sentra HKI ini, hendaknya dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat Kalbar untuk dapat mengusulkan pengakuan secara legal terhadap Hak Kekayaan Intelektual baik yang bersifat kepemilikan personal maupun kepemilikan komunal.
Referensi
Adawiyah, R., & Rumawi. (2021). Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Komunal Di Indonesia. Repertorium, 10(1), 1–16. https://doi.org/10.28946/rpt.v10i1.672
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. (2019). Modul Kekayaan Intelektual Bidang Kekayaan Intelektual Komunal (p. 22). https://www.dgip.go.id/unduhan/modul-ki?kategori=kekayaan-intelektual-komunal
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemeterian Hukum dan HAM. (n.d.). K.I. Komunal. Www.Dgip.Go.Id. https://www.dgip.go.id/menu-utama/ki-komunal/pengenalan
Rubiyantoro, Y. (2009). Malaysia Klaim Tari Pendet, Indonesia Kirim Nota Protes. Https://Nasional.Kontan.Co.Id/. https://nasional.kontan.co.id/news/malaysia-klaim-tari-pendet-indonesia-kirim-nota-protes--2/
Suhardo, E. S. (2007). Heboh Ciptaan Lagu Rasa Sayang. Universitas Diponegoro, 1–4. http://eprints.undip.ac.id/1371/1/HEBOH%2C_CIPTAAN_LAGU_RASA_SAYANG.pdf
Referensi Gambar :
bobo.grid.id
manfaat.co.id
travel.okezone.com
haki.ilearning.me