BRIN, BRIDA dan Pusat Riset di Daerah : Suatu pandangan Kritis
Penulis : Emi Puterina, SH
Isu Kebijakan
Terbitnya Perpres nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional berimplikasi pada perlu dibentuknya Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) yang bertugas melaksanakan koordinasi, singkronisasi, pengendalian penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan serta invensi dan inovasi di lingkup Pemerintah Daerah yang terintegrasi dengan BRIN, dalam bayangan saya seperti relasi antara BAPPEDA dengan BAPPENAS. Selain itu, Pusat Riset (PR) sebagai bagian dari Organisasi Riset (OR) juga berpeluang untuk terbentuk di daerah.
Sementara itu, sejauh ini kelembagaaan penelitian dan pengembangan sebagai urusan penunjang di Pemerintahan Daerah telah dipayungi oleh UU Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana tertuang pada pasal 219. Dan atas dasar itu, hingga tahun 2021, Badan Penelitian dan Pengembangan setingkat eselon II telah terbentuk di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Ketapang, selebihnya di 13 Kabupaten/Kota se-Kalimantan Barat lembaga Litbang masih menginduk di Bappeda.
Menariknya, dari sejumlah lembaga Litbang tersebut, Pejabat Fungsional Peneliti dan Perekayasa hanya teradapat di Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu Kementerian/Lembaga yang masih eksis melaksanakan penelitian dan pengembangan di Kalimantan Barat terdapat 4 institusi yakni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat, Balai Riset dan Standardisasi Industri Pontianak, Balai Bahasa Kalimantan Barat, serta Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Pontianak.
Oleh sebab itu, beberapa persoalan yang perlu diperjelas sebagai dampak dari terbitnya Perpres tersebut yakni; (1) seperti apa tugas dan fungsi serta bentuk struktur organisasi BRIDA di Pemerintah Daerah; (2) Apa saja Pusat Riset (PR) yang potensial dibentuk di Kalimantan Barat sebagai wadah kalorasi bagi SDM IPTEK (JF Peneliti dan Perekayasa) untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab kefungsionalannya.
Pandangan Kritis
Untuk memperkuat kebijakan pembangunan daerah melalui perumusan dan penyusunan kebijakan yang berbasis knowledge dan research based policy, maka hanya lembaga penelitian dan pengembangan saja yang dinilai dapat mendukung kebijakan tersebut. Selain itu berdasarkan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 32 urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yang perlu ditunjang oleh fungsi penelitian dan pengembangan. Kemudian, berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah, untuk menumbuhkan data saing daerah, Inovasi Daerah harus segera di wujudkan. Oleh sebab itu, membentuk lembaga Litbang telah menjadi tuntutan dalam memenangkan persaingan di tingkat nasional hingga global (Narutomo, 2017). Dan menurut Syamsuddin & Fuady (2020), lembaga Litbang memiliki peran penting sebagai leading sector yang mengarahkan kegiatan penelitian dan pengembangan di daerah.
Lahirnya BRIN sebagaimana disebutkan pada Perpres nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN khususnya di pasal 4 huruf k, yang memiliki tugas melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi BRIDA, menjadi salah satu penanda adanya transformasi kelembagaan litbang di daerah. Dan dengan memperhatikan: (1) tugas dan fungsi BRIDA sebagaimana tertuang pada Perpres nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN; (2) UU 23 tentang Pemerintah Daerah khususnya pada pasal 11 dan 12 yang mengatur tentang klasifikasi Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah; (3) Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat; dan (4) PP Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah. Maka berikut usulan mengenai bentuk struktur organisasi BRIDA setingkat eseloan II di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang diantaranya terdiri dari 4 (empat) koordinator Bidang yang mencerminkan fungsi serta urusan yang ditangani oleh BRIDA di lingkungan Pemerintah Daerah.
Usulan bentuk struktur organisasi BRIDA tersebut, untuk menjawab kelemahan struktur organisasi lembaga kelitbangan di daerah yang sejauh ini terkesan “kaya struktur” tetapi “miskin fungsi”, artinya keberadaanya belum mencerminkan “dirinya” sebagai lembaga kefungsionalan, posisi jabatan fungsional belum sepenuhnya dijadikan “jantung” lembaga Litbang. Hal itu ditandai dengan sedikitnya jumlah tenaga fungsional yang berkarya di satu institusi Litbang di Daerah. Untuk di Kalimantan Barat sendiri misalnya, dari 42 ASN, terdapat 17 pejabat stuktural, 9 pejabat fungsional dan 16 fungsional umum. 9 pejabat fungsional tersebutpun sebagian besar adalah perjabat fungsional ahli pertama. Dapat dibayangkan, tidak akan mungkin 9 pejabat fungsional akan berfungsi secara maksimal melaksanakan fungsi kelembagaan litbang di Daerah.
Berbeda dengan lembaga fungsional lainnya seperti Rumah Sakit, Inspektorat, Badan Pengembangan dan Sumber Daya Manusia dan lain sebagainya yang selama ini telah berjalan dijalurnya. Pejabat fungsionalnya telah diposisikan sebagai “marwah” lembaganya. Oleh sebab itu usulan mengenai bentuk struktur organisasi BRIDA yang baru diarahkan agar memiliki struktur yang menyediakan rumah yang cukup luas untuk jabatan fungsional, sehingga kedepannya diharapkan mampu menangani 32 urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yang perlu ditunjang oleh fungsi penelitian dan pengembangan serta mampu mewujud Inovasi Daerah.
Oleh sebab itu, keberadaan JF peneliti yang masih terbatas saat ini perlu ditunjang oleh JF Peneliti dari BRIN, karena tanpa keberadaan JF Peneliti dan Perekayasa yang memadai, kedepannya BRIDA dinilai akan mengalami kesulitan terutama dalam menyelenggaran fungsi penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan serta ivensi dan inovasi. Maka dari itu, atas dasar pemahaman bahwa BRIN akan membentuk Pusat Riset (PR) di beberapa wilayah sebagai bagian dari Organisasi Riset (OR), dan berdasarkan potensi yang ada berikut ini nama PR yang dapat di bentuk di Kalimantan Barat. Kedudukan PR tersebut diharapkan dapat menjadi mitra utama BRIDa dalam proses koordinasi, konsultasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan Kelitbangan serta pembinaan terhadap JF tertentu.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, sebagai dampak dari terbitnya Perpres nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN adalah perlu dibentuknya Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) yang terintegrasi dengan BRIN serta Pusat Riset (PR) sebagai bagian dari Organisasi Riset (OR) yang berkedudukan di daerah. Berkenaan dengan itu, bentuk struktur organisasi BRIDA di daerah harus kaya fungsi dengan menempatkan JF sebagai “jantung” pada lembaga tersebut.
Usulan bidang teknis di BRIDA yakni terdiri dari 4 Bidang yakni Bidang Sosial dan Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Bidang Inovasi serta Bidang Aset, SDM dan Kerjasama yang dalam pelaksanaannya dikoordinir oleh JF yang ditugaskan. Sementara itu, PR potensial yang diusulkan di bentuk di Kalimantan Barat dan berkedudukan sebagai mitra kelitbangan BRIDA yakni PR Penerbangan dan Antarika, PR Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta PR Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora, Bahasa dan Sastra.
Referensi
Narutomo, T. (2017). Urgensi Kebijakan Menetapkan Kelembagaan Penelitian di Daerah. Jurnal Kebijakan Pembangunan, 12(1).
Syamsuddin, R., & Fuady, M. I. N. (2020). Upaya Penguatan Badan Penelitian dan Pengembangan serta Inovasi Daerah di Kota Palopo. Jurnal Wawasan Yuridika, 4(1), 63. https://doi.org/10.25072/jwy.v4i1.326.
UU Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja.
Peraturan Presiden nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI No 45 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijaka dan Angka Kreditnya.
Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat.